Berkarya Bersama Dakwah
Assalamu'alaikum Akh wa Ukhtifillah... Apa kabar Iman hari ini...
Jumat, 10 Januari 2014
Kamis, 26 Januari 2012
Tarbiyah??
Syaikhut Tarbiyah, KH
Rahmat Abdullah:
"Ikhwanul
Muslimin Inspirasi Gerakan Tarbiyah"
Usianya belumlah setengah
abad. Tapi pembawaannya yang tenang kebapakan serta rambut dan janggutnya yang
sebagian telah memutih, mengesankan pria kelahiran Jakarta, 3 Juli 1953 ini
lebih tua dari usia yang sebenarnya. Sehingga cukup pantas bila ia kerap
dituakan dan disegani oleh lingkungan pergaulannya.
Dalam publikasi acara
Seminar Nasional "Tarbiyah di Era Baru" di Masjid UI, Kampus UI
Depok, awal bulan lalu, ustadz keturunan Betawi ini ditetapkan sebagai
pembicara utama (keynote speaker) serta disebut sebagai Syaikhut Tarbiyah;
sebuah jabatan yang belum populer di telinga masyarakat, termasuk di kalangan
aktivis da'wah dan harakah (pergerakan) selama ini.
Ketika dikonfirmasi Sahid
tentang jabatan tersebut, sambil tersenyum dan merendah Rahmat membantahnya.
Menurut Ketua Yayasan Iqro' Bekasi ini sebutan tersebut hanyalah gurauan
panitia yang kebetulan telah akrab dengannya. Rahmat sempat mengajukan
keberatan kepada panitia, tapi ternyata publikasinya sudah terlanjur disebar.
Akhirnya ayah dari tujuh putra-putri ini cuma bisa balik bergurau,
"Adik-adik mau nyindir bahwa saya sudah kakek-kakek ya? Syaikh itu kan
dalam bahasa Arab artinya kakek."
Boleh jadi jabatan Syaikh
Tarbiyah itu, seperti diakuinya, cuma gurauan atau sindiran panitia. Tapi
banyak orang percaya sejatinya suami Sumarni HM Umar ini memang orang yang
dituakan dalam gerakan yang bernama Tarbiyah. Apalagi mengingat di kepengurusan
Partai Keadilan (PK) Rahmat memegang amanat sebagai Ketua Majelis Syuro dan
Ketua Majelis Pertimbangan Partai. Seperti dimaklumi, PK didirikan dan disokong
oleh para kader Tarbiyah.
Dalam seminar nasional
yang dihadiri ribuan aktivis dan simpatisan Tarbiyah, Rahmat mengawali acara
dengan orasi bertajuk "Kilas Balik 20 Tahun Tarbiyah Islamiyah di Indonesia
dan Langkah Pasti Menyongsong Masa Depan." Dalam kesempatan tersebut
dicanangkan tahun 1422 H ini sebagai tahun kebangkitan Tarbiyah Islamiyah di
Indonesia.
Dalam kancah pergerakan
Islam di Indonesia, nama gerakan Tarbiyah belum populer di kalangan masyarakat
awam. Kata tarbiyah lebih biasa dilekatkan orang pada Persatuan Tarbiyah
Islamiyah (Perti), sebuah ormas Islam yang berbasis di Sumatera Barat dan
pernah menjadi partai Islam.
Namun bagi orang yang
akrab dengan gerakan da'wah kampus, tidaklah merasa asing dengan sebutan itu.
Di era '80-an dan '90-an gerakan ini kerap juga disebut Ikhwan, karena akrabnya
aktivis Tarbiyah dengan manhaj gerakan Ikhwanul Muslimin, gerakan Islam di
Mesir yang pengaruhnya telah mendunia.
Dari orasi yang disampaikan
Rahmat, memori orang terpanggil lagi pada kenangan 20 tahun ke belakang ketika
aktivis Tarbiyah merintis gerakan ini di kampus-kampus dan sekolah-sekolah.
Salah satu tandanya adalah merebaknya pengajian usrah dan halaqah di
kampus-kampus. Tonggak lainnya, mulai maraknya pemakaian jilbab oleh para siswi
dan mahasiswi yang mendapat tentangan keras dari berbagai kalangan yang alergi
terhadap syariat Islam. "Gedung sekolah dan semua peralatan sekolah,
termasuk Departemen Pendidikan yang dibangun 90% dananya dari ummat Islam,
harus mengusir putri-putri Islam karena mereka menggunakan busana demi
melaksanakan perintah agama mereka," ungkap murid kesayangan almarhum KH
Abdullah Syafi'i ini dalam orasinya.
Begitu banyak pahit getir
yang dirasakan, sehingga ada sebagian kader yang terputus dari jalan
perjuangan. Tapi banyak pula yang bersabar, terus bermujahadah menempa diri dan
menabung amal, bertahan hingga kini, menyemai insan dakwah ke seluruh pelosok
negeri. Hasilnya antara lain, jilbab jadi pakaian jamak bagi wanita di negeri
ini. Dari yang benar-benar penuh kesadaran berislam hingga yang masih
ikut-ikutan lantaran telah jadi mode.
Tentu saja itu semua
bukan cuma hasil kerja Rahmat Abdullah dan kawan-kawan seperjuangannya di
Tarbiyah. Tapi harus diakui saham harakah Tarbiyah bersama harakah-harakah lain
telah memberi itsar (bekas) perjalanan da'wah yang mengesankan di zamrud
katulistiwa tercinta ini.
Bagaimana sejarah
bermulanya harakah ini? Apakah benar terkait dengan Ikhwanul Muslimin yang
didirikan Hasan Al-Banna di Mesir? Kepada Saiful Hamiwanto, Pambudi Utomo dan
Deka Kurniawan dari Sahid, yang bertandang ke rumahnya yang sederhana nan asri
di Kompleks Islamic Village Iqro', Pondok Gede, Bekasi, kiai yang ramah ini
membeberkannya untuk Anda, para pembaca. Berikut ini kutipan dari sekitar tiga
jam perbincangan dengannya. Selamat mengikuti.
Dengan menggelar seminar
"Tarbiyah di Era Baru", gerakan Tarbiyah tampaknya mulai membuka diri
secara terang-terangan. Bahkan tahun ini dicanangkan sebagai 'Aam (Tahun Kebangkitan)
At-Tarbiyah. Apa latar belakangnya?
Bismillah, sangat
disadari bahwa setiap fase perjuangan itu menuntut sikap-sikap sesuai dengan
fase-fase tersebut. Sehingga ada doktrin dalam Tarbiyah yang disebut, likulli
marhalatin mutaqallabatuhaa (setiap fase itu ada tuntunannya); kemudian li
likulli marhalatin muqtadhayatuhaa, (setiap fase ada konsekuensi yang harus
dilahirkannya), dan likulli marhalatin rijaaluhaa (setiap fase ada orangnya,
tokohnya atau kadernya).
Kemudian, apa yang kita
sampaikan ketika dakwah ini mengalami satu fase yang berbeda dengan masa lalu?
Kemarin dakwah berhasil melalui masa-masa sulit, mengayuh diantara dua
persoalan dan kondisi, yakni kondisi melawan arus yang tidak terlawan dengan
kekuatan yang secara thobi'i (alami) susah dihadapi secara face to face, serta
kondisi larut.
Memang, dalam fase itu,
kita lihat banyak juga yang tidak memiliki istimroriyah (kesinambungan),
kontinyunitasnya tidak jelas. Kalaupun ada yang berjalan terus,
perkembangannnya menyedihkan. Ada juga yang berkembang tapi kehilangan asholah
(orisinalitas). Ini adalah kasus-kasus perjalanan dakwah dalam menghadapi rezim
yang represif dan tekanan budaya. Bisa jadi banyak yang larut. Seperti para
pengikut Nabi Isa, setelah beberapa lama malah jadi pengikut penjajah yang
nyaris menyalib Nabi Isa sendiri.
Nah, kita ingin,
keberhasilan melewati masa-masa kritis dan sulit semacam itu juga bisa kita
capai ketika keadaan ini berubah, karena tidak otomatis daya tahan itu ada.
Makanya harus dicanangkan sesuatu agar apa-apa yang menjadi doktrin Tarbiyah di
atas, bisa direalisasikan.
Bisa jadi, kader yang
dulu tahan menderita lama, tiba-tiba ketika segalanya terbuka seperti sekarang
ini, menjadi tidak tahan lagi. Kalau dulu kan jelas sekali perbedaannya,
furqon-nya, antara haq dan batil, sehingga akhlak para kader itu selalu
berlawanan dengan akhlak buruk orang-orang memusuhi mereka. Nah, setelah
keadaan ini terbuka, apa ada jaminan bahwa mereka tidak akan larut?
Memang, secara doktrin
sudah diantisipasi, misalnya dengan pemahaman tentang tamayyu' (mencairnya
nilai-nilai), idzabah (pelarutan), istifdzadzat (provokasi), ighra'at
(rayuan-rayuan), dan mun'athofat (tikungan-tikungan). Secara teoritis kita tahu
semua tentang itu. Tapi ketika kita menjalaninya, apakah kita cukup siap?
Maka pencanangan ini
beranjak dari kenyataan, dimana sebuah komunitas dakwah sedang mengalami
fase-fase lain yang berbeda dengan fase ketika mereka dibesarkan dulu.
Pencanangan ini untuk menyiapkan sesuatu yang secara teoritis sudah mereka kenal,
tetapi secara komunal, penghayatan, apresiasi perlu dihadapi secara lebih
serius agar tidak menimbulkan persoalan yang rumit yang menyebabkan taurits
(pewarisan) itu menjadi terputus.
Dulu dimulai satu langkah
dan hasilnya adalah hari ini. Bagi yang tidak mau melihat hasil yang sama di
hari nanti, ya sekarang diam dan tidur saja. Tapi kalau ingin melihat
terus-menerus keadaan seperti ini, maka harus bergerak untuk masa mendatang.
Ini terutama yang melatarbelakangi pencanangan 'Aam At-Tarbiyah (Tahun Tarbiyah).
Tapi perlu dicatat bahwa
pengertian tarbiyah (pendidikan) ini tidak menafikan proses tarbiyah yang
terjadi di Indonesia sejak dulu. Tanpa proses tarbiyah, bagaimana mungkin
walisongo dapat melahirkan pejuang-pejuang handal. Apapun namanya, apakah itu
pengkaderan dengan 't' kecil (tarbiyah), yang jelas itu adalah proses
pendidikan. Namun Tarbiyah yang sedang kita perbincangkan dalam konteks ini
adalah dengan 't' besar, Tarbiyah (sebagai nama sebuah gerakan, red).
Wanti-wanti tentang
pelarutan ini pernah Anda sampaikan waktu Munas PK tahun 2000. Apakah memang
anda sendiri sudah melihat kecenderungan itu, sehingga perlu ada pencanangan
ini?
Kalau kita baca sirah
(sejarah), Rasululllah pernah berpesan diantaranya "ma al-faqru bi akhsya
alaikum, bukanlah kefakiran yang aku takutkan dari kalian, tapi aku
mengkhawatirkan apabila bumi di buka (dimenangkan) lalu kamu bersaing
memperebutkan dunia, sehingga kamu celaka, sebagaimana celakanya orang-orang
sebelum kamu." Dulu, kesulitan itu membuat segalanya terbatas, dan kita berhasil
melewatinya. Contohnya, kita tidak punya villa, tapi bisa menikmati banyak
villa. Dan kawasan Puncak (Bogor, red) yang dianggap identik dengan maksiat,
seperti hari ini bisa berubah sebagai tempat acara pengajian karena seringnya digunakan
untuk pengkaderan oleh semua pihak, diantaranya oleh kalangan Tarbiyah.
Wanti-wanti rasul itu,
dalam kaitan ini, menegaskan bahwa setiap kondisi ada pengaruhnya. Kalau dulu,
setiap waktu mereka bisa bertemu, sehingga kesalahan sedikit saja bisa langsung
diketahui. Tapi ketika mereka sudah ada di kawasan yang menggiurkan, secara
massal tantangan akan semakin keras. Sesuatu yang menggiurkan, kalau baru
cerita, masih bisa bilang tidak mau. Tapi kalau sudah sudah di depan mata,
bagaimana mungkin tidak tidak tergoda.
Supaya tidak larut,
mereka jangan sampai lupa kepada akarnya. Makanya, pemantapan nilai Tarbiyah
dalam pencanangan ini tidak bisa kita abaikan, meskipun sekarang mereka masih
rutin bertemu setiap pekan dengan muhasabah (evaluasi) dan muraqabah
(pengawasan).
[hidayatullah.com]
Dikutip ulang dari buku "Untukmu Kader Dakwah" By. KH. Rahmat Abdullah
Abu Hanifah - Pribadi yang Seimbang
Abu Hanifah an Nu'man bin Tsabit bin Zautha, lahir pada tahun 80 H
(660 M) dan tinggal di Kufah. Orang tuanya berasal dari keturunan Persia dan
ketika ia masih dalam kandungan di bawa pindah ke Kufah dan menetap disini hingga
Abu Hanifah lahir.
Menurut cerita, ketika Zautha bersama anaknya Tsabit (ayah Abu
Hanifah) berkunjung kepada Ali bin Abi Thalib, dengan serta merta kedua orang
ini didoakan agar mendapat keturunan yang mulia. Abu Hanifah dibesarkan di
Kufah dan di kota ini ia mulai belajar dan menimba ilmu pengetahuan
sebanyak-banyaknya. Setelah itu bepergian ke Hijaz, terutama di Mekkah dan
Madinah untuk menambah dan memperdalam ilmu dan wawasan yang luas. Ia berusaha
memahami pemikiran hukum yang bersumber dari Umar dan Ali bin Abi Thalib
melalui sahabat-sahabat mereka. Termasuk diantaranya ialah Hammad bin Abi
Sulaiman, Ibrahim an Nakhai, Abdulah bin Mashud, dan Abdulah bin Abbas. Ia
pernah bertemu dengan beberapa sahabat Rasulullah seperti Anas bin Malik,
Abdullah bin Auqa di Kufah, Sahal bin Sa'ad di Madinah dan Abu Thufail Ibnu
Wailah di Mekah.
Karya karyanya yang sampai kepada kita adalah kitab al-Fiqul Akbar,
kitab Al-Risalah, kitab Al-'Alim wal Mutallim dan kitab Al-Washiyah. Tidak ada
buku fiqih karya Abu Hanifah. Meskipun demikian tulisan murid-muridnya telah
merekam secara lengkap semua pandangan fiqih Abu Hanifah hingga menjadi ikutan
kaum muslimin. Muridnya antara lain Abu Yusuf bin Ibrahim Al-Auza'i, Zafr bin
al-Ajil bin Qois, Muhammad bin Hasan bin Farqad al-Syaibani dan al-Hasan bin
Ziyad al-lu'lu'i. Murid-murid inilah yang merekam dan menulis pemikiran Abu
Hanifah, baik bidang akidah maupun bidang hukum. Murid-murid di bidang tasawuf
antara lain Ibrahim bin Adham Fudhail bin 'Iyad, Dawud al-Tha'i dan Bisyt
al-Hafi.
Abu Hanifah memiliki ilmu yang luas dalam semua kajian Islam hingga
ia merupakan seorang mujtahid besar (imamul a'zham) sepanjang masa. Meskipun
demikian ia hidup sebagaimana layaknya dengan melakukan usaha berdagang dalam
rangka menghidupi keluarga. Dengan prinsip berdiri di atas kemampuan sendiri,
ia prihatin juga terhadap kepentingan kaum muslimin, terutama bagi mereka yang
berhajat akhlak yang mulia yang dimilikinya mampu mengendalikan hawa nafsu,
tidak goyah oleh imbauan jabatan dan kebesaran duniawi dan selalu sabar dalam
mengahadapi berbagai cobaan. Meskipun ia berdagang ia hidup sebagai kehidupan
sufi dengan zuhud, wara, dan taat ibadah. Kalau kita hayati kehidupannya maka
akan nampak kepada kira bahwa Abu Hanifah hidup dengan ilmu dan bimbingan umat
dengan penuh kreatif, hidup dengan kemampuan sendiri tidak memberatkan orang
lain. Disamping menjalankan usaha dagangnya. ia juga hidup dengan ibadah yang
intensif siang dan malam.
Selama hidupnya beliau berhasil melaksanakan tawazzun (keseimbangan).
Di samping sebagai seorang faqih dengan kemampuan intelektual yang cemerlang,
beliau juga mengkhususkan waktu untuk mencari nafkah dengan berdagang, dan
beliau juga ahli ibadah. Beliau dikenal amat pemurah, berbudi pekerti luhur dan
suka memuliakan orang lain, tanpa pandang bulu siapa orang tersebut. Disamping
itu beliau lebih suka memberi daripada menerima.
Saat Khalifah al-Manshur akan mengangkat hakim agung dengan memiliki
salah satu diantara 4 orang ulama besar: Abu Hanifah, Sofyan Tsauri, Mis'ar bin
Kidam, dan Syuraih. Sementara mereka berjalan bersama menemui Khalifah, Abu
Hanifah bekata kepada para sahabat-sahabatnya: "Aku akan menolak jabatan
ini dengan cara tertentu. Mis'ar hendak menolaknya dengan berpura -pura menjadi
gila, Safyan Tsauri akan lari ke negeri lain dan Syuraih agar dapat menerima
jabatan ini." Sofyan lalu kabur pergi ke pelabuhan untuk naik kapal menuju
negeri lain. Yang lain melanjutkan dan bertemu kalifah dalam sebuah pertemuan
resmi. Khalifah berkata kepada Abu Hanifah: "Engkau harus bersedia menjadi
hakim agung." Abu Hanifah menjawab: "Wahai Amirul Mukminin, aku bukan
orang Arab dan pemimpin-pemimpin Arab tidak akan menerima
keputusan-keputusanku. Karena itu aku merasa bahwa aku tidak cocok untuk jabatan
ini." Khalifah berkata: "Jabatan ini tidak ada kaitannya dengan
masalah keturunan melainkan berkaitan dengan keahlian. Dan engkau adalah
seorang ulama terkemuka di masa ini." Abu Hanifah berkata: "Wahai
Khalifah, apa yang baru kukatakan menunjukkan bukti bagaimana keberadaan saya.
Jika telah kukatakan aku tidak cocok, dan apabila ini adalah sebuah kebohongan
tentu aku tidak cocok dan juga tentu tidak dibenarkan seorang pendusta menjadi
hakim atas kaum muslim dan tidak dibenarkan pula engkau mempercayai kepada
kehidupan kekayaan dan kehormatan yang engkau miliki." Lalu Mis'ar tampil
ke muka dengan menjabat tangan khalifah dan bertanya macam-macam yang tidak
layak hingga khalifah marah dan menyatakan gila dan khalifah meminta Syuraih
untuk menjadi hakim agung tersebut, dan menolaknya setiap alasan yang
dikemukakannya.
Suatu kali Khalifah Abu Ja'far al Manshur, yang terkenal jarang
memberi sedekah kepada orang lain, menawarkan harta sebanyak 10.000 dirham
kepada Abu Hanifah, namun beliau menolaknya sembari mengatakan, "Wahai
Khalifah, aku orang asing di Baghdad, aku tak memiliki tempat yang aman untuk
menyimpan harta tersebut. Simpanlah harta itu di Baitul Maal, sehingga jika
kelak aku membutuhkannya aku dapat memintanya darimu." Seorang sahabatnya
berkata kepadanya: "Kepada anda diberikan dunia anda menolaknya padahal
anda berkeluarga." Abu Hanifah menjawab: "Keluargaku kuserahkan
kepada Allah, sedang makananku sebulan cukup dua dirham saja."
Di Kufah, Abu Hanifah dikenal sebagai pedagang yang sangat dipercaya
karena sikap amanahnya, kemurahan hati dan kejujuran yang beliau miliki.
Sikap-sikap inilah yang senantiasa menjadikan dagangan beliau laku
keras. Dan lewat usahanya ini, Allah menganugerahkan rizki yang melimpah kepada
Abu Hanifah. Setiap akhir tahun disisihkannya sebagian dari keuntungannya untuk
dizakatkan, dan disumbangkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Abu Hanifah punya mitra dagang bernama Hafs Abdurrahman. Dia inilah
yang menjalankan dagangan Abu Hanifah ke para konsumen. Suatu ketika Abu
Hanifah menyiapkan dagangan untuknya dengan memberikan wanti-wanti bahwa pada
barang dagangannya yang tertentu ada cacatnya. "Jika engkau ingin
menjualnya, jangan lupa jelaskan pada para pembeli tentang cacat yang ada pada
barang tersebut", pesan Abu Hanifah.
Semua barang tersebut akhirnya terjual habis, namun Hafs lupa
memberikan penjelasan kepada para pembeli tentang cacat yang ada pada beberapa
barang seperti yang dipesankan Abu Hanifah. Setelah menyadari kesalahannya,
Hafs berusaha untuk mencari para pembeli barang tersebut, tapi usahanya itu
sia-sia.
Akhirnya masalah tersebut diketahui Abu Hanifah, sehingga beliau
juga berusaha mencari para pembelinya. Namun usaha tersebut juga tidak membawa
hasil. Sejak saat itu Abu Hanifah selalu gelisah dan murung. Akhirnya untuk
menebus kesalahannya tersebut, segera bersedekah sebanyak 30.000 dirham.
Dalam kehidupan, disamping memiliki akhlak dan tingkah laku mulia,
ia selalu menjaga kesucian diri dan harta, disamping ia selalu dalam
peribadahan selama 40 tahun Abu Hanifah memenuhi malam malamnya dengan shalat
dan selama itu shalatnya Subuh dilaksanakan dengan wudhu pada waktu Isya. Dan
dalam shalatnya itu dibacanya Al-Quran dan konon ketika ia meninggal ia telah
menghatamkan al-Quran 7000 kali.
Ilmu yang dimiliki oleh Abu Hanifah demikian luas terutama
temuan-temuannya dibidang hukum dan memecahkan masalah-masalahnya sejumlah
60.000 masalah hingga di digelar dengan Imam al-A'zdam dan kuluasan ilmunya itu
diakui oleh Imam Syafi'i beliau berkata: "Manusia dalam bidang hukum adalah
orang yang berpegang kepada Abu Hanifah."
Tampak ilmu Abu Hanifah bukan hanya bidang hukum tetapi juga
meliputi bidang lainnya termasuk tasawuf. Menurut Yahya bin Mu'azd al-Razi
dalam suatu mimpi ia bertemu dengan Rasulullah dan bertanya: "Wahai Rasulullah
di mana akan aku cari engkau?" Rasulullah menjawab: "Di dalam ilmu
Abu Hanifah," demikian Rasulullah.
Ketika Daud al-Tha'i telah beroleh ilmu yang luas dan sudah mencapai
popularitas yang tinggi dia berkunjung menemui Abu Hanifah seraya berkata:
"Saya mohon diberikan wejangan dan petujuk." Abu Hanifah berkata:
"Amalkan apa yang telah engkau pelajari, karena teori tanpa praktek ibarat
tubuh tanpa roh." Petunjuk ini menghendaki adanya mujahadah dan dengan
mujahadah akan didapat musyahadah.
Bulletin Al-Maidah, 13 Syawal 1417
Selasa, 17 Januari 2012
sms taujih
- Hamba yang tawadhu seperti rembulan dipermukaan air tenang, selalu merendah namun bagaimanapun ia dipecah akan kembali bercahaya.. tidak seperti asap yang mampu terbang tinggi namun mudah untuk diurai dan diceari berai
- Jika komitmen da’i benar-benar tulus maka akan muncul fenomena pengorbanan yang nyata. Tak ada kata “ya” untuk dorongan nafsu/segala sesuatu yang seiring dengan nafsu untuk berbuat maksiat. Kata yang ada hanyalah kata “ya” untuk setiap perbuatan yang mendekatkan diri pada Allah..
- Andai Alquran bisa berbicara, ia akan berkata: Waktu kau masih kanak-kanak, kau bagai teman sejatiku, dengan wudhu kau sentuh aku, Dalam keadaan suci kau pegang aku, kau baca dengan lirih dan keras.. Kini kau telah dewasa, nampaknya kau sudah tidak berminat lagi padaku.. Apakah aku bacaan using? Yang tinggal sejarah?? Sekarang kau simpan aku dengan rapih, kau biarkan aku sendiri, aku menjadi kusam dalam lemari, berlapis debu, dimakan kutu,. Kumohon, peganglah aku lagi, Bacalah aku setiap hari! Karena aku akan menjadi penerang dalam kuburmu.
- Barang siapa yang menganggap ringan kewajiban (dakwah) ini, padahal ia merupakan kewaiban yang dapat mematahkan tulang punggung dan membuat orang gemetar, maka ia tidak bisa melaksanakan secara kontinyu kecuali atas pertolongan Allah.. Ia tidak akan bisa memikul dakwah kecuali atas bantuan Allah, dan tidak akan bisa teguh diatasnya kecuali dengan keikhlasan padaNya. Orang yang berada dijalan ini, siangnya berpuasa, malamnya qiyam, dan ucapannya penuh dengan zikir. Sungguh hidup dan matinya hanya untuk Allah Rabbul ‘alamin yang tiada sekutu bagiNya (Tafsir fii zhilalil qur’an)
- Menjadi sebuah keharusan adanya jiwa pionir yang siap beramal untuk membangkitkan umat ini.. kemudian ia terus berlalu menapaki jalan untuk meluluhlantakkan kejahiliyan yang telah menggurita..
- Kalaupun kemenangan dakwah ini bukan dari tangan-tangan kita, tapi tangan-tangan kita harus tetap berkarya dalam sumbangsih kemenangan dakwah. Kalau saat ini kemenagan itu hanya menjadi pembicaraan disekitar kita, Insya Allah esok ia akan menjadi kenyataan yang kita impikan.
- “Jangan takut di jalan Allah terhadap celaan orang”. Aku berkata “Tambah lagi ya Rasul”. Beliau menjawab “Katakanlah apa yang benar meskipun akibatnya terasa pahit (H.R. Ibnu Hibban)
- Dua hal yang seharusnya kita sesali : 1. Dinginnya malam tanpa kehangatan qiyamullail/tahajjud, 2.Teriknya siang tanpa kesejukan puasa.
- Saudaraku, kita muslim sejati, yang selalu mengajak semua manusia kembali kepada kebenaran fitrah, tapi kalau mereka berpaling, cukup katakan dengan bangga dan penuh keikhlasan, bahwa kita adalah seorang muslim.
- Semuanya telah ditetapkan Allah, maka Laa Takhafu (Janganlah Takut). Bersama kesulitan pasti ada kemudahan maka Laa Tahzanu (Janganlah bersedih)
- Iman seorang mukmin akan tampak disaat ia menghadapi ujian, disaat ia totalitas dalam berdoa, tapi ia belum melihat pengaruh apapun dari doanya.. Ketika ia tetap tidak merubah keinginan dan harapannya, meski sebab-sebab keputusasaan itu semakin kuat.. itu semua dikarenakan keyakinan bahwa hanya Allah saja yang paling tahu apa yang lebih maslahat bagi dirinya (Ibnul jauzi)
- Tak semua batu bata diletakkan pada posisi yang tinggi dan tak juga harus semuanya ada dibawah.. Bahkan terkadang si Tukang batu akan memotong batu bata tertentu jika dibutuhkan untuk posisi batu bata yang masih kosong guna melengkapi bangunannya.. dan semua orang pun berkata “Amboi..Alangkah indahnya bangunan itu”
- Beginilah Dakwah, yang tersusun rapih nan kokoh oleh para penyerunya, yang saling melengkapi bukan saling membenci, yang mengutamakan ukhuwah bukan egoisme semata, untuk menolong bukan ditolong, mendahulukan saudaranya bukan dirinya, cinta dan benci Karena Allah
- Dakwah ibarat aliran darah yang mengalir dalam tubuh, dakwah seperti ruh yang mendesir dalam jiwa, dakwah seperti kerinduan yang merasuk dalam qalbu, dakwah seperti cinta yang selalu bergetar dalam hidup, memberikan warna yang beragam sebagai pelangi yang menghiasi kehidupan.. Sesaknya adalah kelapangan di akhirat dan pedihnya adalah kenikmatan di syurga
- Dakwah yang kita geluti tidaklah butuh orang pintar, tidaklah butuh orang terkenal, dan tidaklah butuh orang kaya.. Namun, yang dibutuhkan adalah orang yang loyal, komitmen, ikhlas dan beteguh hati terhadap dakwah..
- “Sekali lagi.. Amanah teremban pada pundak yang semakin lelah.. bukan sebuah keluhan, ketidak terimaan, keputusasaan! Terlelah surut kebelakang. Ini adalah awal pembuktian.. Siapa diantara kita yang beriman?.. Wahai diri.. Sambutlah seruanNya.. Orang-orang besar lahir karena beban perjuangan.. bukan menghindar dari peperangan (K.H.Rahmat Abdullah)
- Hidup mengajari kita untuk bersyukur dipagi hari, bekerja keras disiang hari, beristirahat dan mengambil hikmah disore dan malam hari..
- Allah tahu perjuanganmu selama ini.. DIA tahu beratnya kegiatanmu dan DIA pun tahu betapa penat dan lelahnya dirimu, DIA juga tahu berkurangnya jatah santaimu selama ini.. Tapi tetap tersenyumlah wahai Mujahid2 dakwah! Karena ternyata bukan hanya senyuman yang Allah akan balas untukmu, tapi SurgaNya telah menanti bagi orang-orang yang mau bersabar dalam berjuang di jalanNya..
Langganan:
Postingan (Atom)