Kamis, 26 Januari 2012

Tarbiyah??


Syaikhut Tarbiyah, KH Rahmat Abdullah:
"Ikhwanul Muslimin Inspirasi Gerakan Tarbiyah"

Usianya belumlah setengah abad. Tapi pembawaannya yang tenang kebapakan serta rambut dan janggutnya yang sebagian telah memutih, mengesankan pria kelahiran Jakarta, 3 Juli 1953 ini lebih tua dari usia yang sebenarnya. Sehingga cukup pantas bila ia kerap dituakan dan disegani oleh lingkungan pergaulannya.

Dalam publikasi acara Seminar Nasional "Tarbiyah di Era Baru" di Masjid UI, Kampus UI Depok, awal bulan lalu, ustadz keturunan Betawi ini ditetapkan sebagai pembicara utama (keynote speaker) serta disebut sebagai Syaikhut Tarbiyah; sebuah jabatan yang belum populer di telinga masyarakat, termasuk di kalangan aktivis da'wah dan harakah (pergerakan) selama ini.

Ketika dikonfirmasi Sahid tentang jabatan tersebut, sambil tersenyum dan merendah Rahmat membantahnya. Menurut Ketua Yayasan Iqro' Bekasi ini sebutan tersebut hanyalah gurauan panitia yang kebetulan telah akrab dengannya. Rahmat sempat mengajukan keberatan kepada panitia, tapi ternyata publikasinya sudah terlanjur disebar. Akhirnya ayah dari tujuh putra-putri ini cuma bisa balik bergurau, "Adik-adik mau nyindir bahwa saya sudah kakek-kakek ya? Syaikh itu kan dalam bahasa Arab artinya kakek."

Boleh jadi jabatan Syaikh Tarbiyah itu, seperti diakuinya, cuma gurauan atau sindiran panitia. Tapi banyak orang percaya sejatinya suami Sumarni HM Umar ini memang orang yang dituakan dalam gerakan yang bernama Tarbiyah. Apalagi mengingat di kepengurusan Partai Keadilan (PK) Rahmat memegang amanat sebagai Ketua Majelis Syuro dan Ketua Majelis Pertimbangan Partai. Seperti dimaklumi, PK didirikan dan disokong oleh para kader Tarbiyah.

Dalam seminar nasional yang dihadiri ribuan aktivis dan simpatisan Tarbiyah, Rahmat mengawali acara dengan orasi bertajuk "Kilas Balik 20 Tahun Tarbiyah Islamiyah di Indonesia dan Langkah Pasti Menyongsong Masa Depan." Dalam kesempatan tersebut dicanangkan tahun 1422 H ini sebagai tahun kebangkitan Tarbiyah Islamiyah di Indonesia.

Dalam kancah pergerakan Islam di Indonesia, nama gerakan Tarbiyah belum populer di kalangan masyarakat awam. Kata tarbiyah lebih biasa dilekatkan orang pada Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), sebuah ormas Islam yang berbasis di Sumatera Barat dan pernah menjadi partai Islam.

Namun bagi orang yang akrab dengan gerakan da'wah kampus, tidaklah merasa asing dengan sebutan itu. Di era '80-an dan '90-an gerakan ini kerap juga disebut Ikhwan, karena akrabnya aktivis Tarbiyah dengan manhaj gerakan Ikhwanul Muslimin, gerakan Islam di Mesir yang pengaruhnya telah mendunia.

Dari orasi yang disampaikan Rahmat, memori orang terpanggil lagi pada kenangan 20 tahun ke belakang ketika aktivis Tarbiyah merintis gerakan ini di kampus-kampus dan sekolah-sekolah. Salah satu tandanya adalah merebaknya pengajian usrah dan halaqah di kampus-kampus. Tonggak lainnya, mulai maraknya pemakaian jilbab oleh para siswi dan mahasiswi yang mendapat tentangan keras dari berbagai kalangan yang alergi terhadap syariat Islam. "Gedung sekolah dan semua peralatan sekolah, termasuk Departemen Pendidikan yang dibangun 90% dananya dari ummat Islam, harus mengusir putri-putri Islam karena mereka menggunakan busana demi melaksanakan perintah agama mereka," ungkap murid kesayangan almarhum KH Abdullah Syafi'i ini dalam orasinya.

Begitu banyak pahit getir yang dirasakan, sehingga ada sebagian kader yang terputus dari jalan perjuangan. Tapi banyak pula yang bersabar, terus bermujahadah menempa diri dan menabung amal, bertahan hingga kini, menyemai insan dakwah ke seluruh pelosok negeri. Hasilnya antara lain, jilbab jadi pakaian jamak bagi wanita di negeri ini. Dari yang benar-benar penuh kesadaran berislam hingga yang masih ikut-ikutan lantaran telah jadi mode.

Tentu saja itu semua bukan cuma hasil kerja Rahmat Abdullah dan kawan-kawan seperjuangannya di Tarbiyah. Tapi harus diakui saham harakah Tarbiyah bersama harakah-harakah lain telah memberi itsar (bekas) perjalanan da'wah yang mengesankan di zamrud katulistiwa tercinta ini.

Bagaimana sejarah bermulanya harakah ini? Apakah benar terkait dengan Ikhwanul Muslimin yang didirikan Hasan Al-Banna di Mesir? Kepada Saiful Hamiwanto, Pambudi Utomo dan Deka Kurniawan dari Sahid, yang bertandang ke rumahnya yang sederhana nan asri di Kompleks Islamic Village Iqro', Pondok Gede, Bekasi, kiai yang ramah ini membeberkannya untuk Anda, para pembaca. Berikut ini kutipan dari sekitar tiga jam perbincangan dengannya. Selamat mengikuti.

Dengan menggelar seminar "Tarbiyah di Era Baru", gerakan Tarbiyah tampaknya mulai membuka diri secara terang-terangan. Bahkan tahun ini dicanangkan sebagai 'Aam (Tahun Kebangkitan) At-Tarbiyah. Apa latar belakangnya?

Bismillah, sangat disadari bahwa setiap fase perjuangan itu menuntut sikap-sikap sesuai dengan fase-fase tersebut. Sehingga ada doktrin dalam Tarbiyah yang disebut, likulli marhalatin mutaqallabatuhaa (setiap fase itu ada tuntunannya); kemudian li likulli marhalatin muqtadhayatuhaa, (setiap fase ada konsekuensi yang harus dilahirkannya), dan likulli marhalatin rijaaluhaa (setiap fase ada orangnya, tokohnya atau kadernya).

Kemudian, apa yang kita sampaikan ketika dakwah ini mengalami satu fase yang berbeda dengan masa lalu? Kemarin dakwah berhasil melalui masa-masa sulit, mengayuh diantara dua persoalan dan kondisi, yakni kondisi melawan arus yang tidak terlawan dengan kekuatan yang secara thobi'i (alami) susah dihadapi secara face to face, serta kondisi larut.

Memang, dalam fase itu, kita lihat banyak juga yang tidak memiliki istimroriyah (kesinambungan), kontinyunitasnya tidak jelas. Kalaupun ada yang berjalan terus, perkembangannnya menyedihkan. Ada juga yang berkembang tapi kehilangan asholah (orisinalitas). Ini adalah kasus-kasus perjalanan dakwah dalam menghadapi rezim yang represif dan tekanan budaya. Bisa jadi banyak yang larut. Seperti para pengikut Nabi Isa, setelah beberapa lama malah jadi pengikut penjajah yang nyaris menyalib Nabi Isa sendiri.

Nah, kita ingin, keberhasilan melewati masa-masa kritis dan sulit semacam itu juga bisa kita capai ketika keadaan ini berubah, karena tidak otomatis daya tahan itu ada. Makanya harus dicanangkan sesuatu agar apa-apa yang menjadi doktrin Tarbiyah di atas, bisa direalisasikan.

Bisa jadi, kader yang dulu tahan menderita lama, tiba-tiba ketika segalanya terbuka seperti sekarang ini, menjadi tidak tahan lagi. Kalau dulu kan jelas sekali perbedaannya, furqon-nya, antara haq dan batil, sehingga akhlak para kader itu selalu berlawanan dengan akhlak buruk orang-orang memusuhi mereka. Nah, setelah keadaan ini terbuka, apa ada jaminan bahwa mereka tidak akan larut?

Memang, secara doktrin sudah diantisipasi, misalnya dengan pemahaman tentang tamayyu' (mencairnya nilai-nilai), idzabah (pelarutan), istifdzadzat (provokasi), ighra'at (rayuan-rayuan), dan mun'athofat (tikungan-tikungan). Secara teoritis kita tahu semua tentang itu. Tapi ketika kita menjalaninya, apakah kita cukup siap?

Maka pencanangan ini beranjak dari kenyataan, dimana sebuah komunitas dakwah sedang mengalami fase-fase lain yang berbeda dengan fase ketika mereka dibesarkan dulu. Pencanangan ini untuk menyiapkan sesuatu yang secara teoritis sudah mereka kenal, tetapi secara komunal, penghayatan, apresiasi perlu dihadapi secara lebih serius agar tidak menimbulkan persoalan yang rumit yang menyebabkan taurits (pewarisan) itu menjadi terputus.

Dulu dimulai satu langkah dan hasilnya adalah hari ini. Bagi yang tidak mau melihat hasil yang sama di hari nanti, ya sekarang diam dan tidur saja. Tapi kalau ingin melihat terus-menerus keadaan seperti ini, maka harus bergerak untuk masa mendatang. Ini terutama yang melatarbelakangi pencanangan 'Aam At-Tarbiyah (Tahun Tarbiyah).

Tapi perlu dicatat bahwa pengertian tarbiyah (pendidikan) ini tidak menafikan proses tarbiyah yang terjadi di Indonesia sejak dulu. Tanpa proses tarbiyah, bagaimana mungkin walisongo dapat melahirkan pejuang-pejuang handal. Apapun namanya, apakah itu pengkaderan dengan 't' kecil (tarbiyah), yang jelas itu adalah proses pendidikan. Namun Tarbiyah yang sedang kita perbincangkan dalam konteks ini adalah dengan 't' besar, Tarbiyah (sebagai nama sebuah gerakan, red).

Wanti-wanti tentang pelarutan ini pernah Anda sampaikan waktu Munas PK tahun 2000. Apakah memang anda sendiri sudah melihat kecenderungan itu, sehingga perlu ada pencanangan ini?

Kalau kita baca sirah (sejarah), Rasululllah pernah berpesan diantaranya "ma al-faqru bi akhsya alaikum, bukanlah kefakiran yang aku takutkan dari kalian, tapi aku mengkhawatirkan apabila bumi di buka (dimenangkan) lalu kamu bersaing memperebutkan dunia, sehingga kamu celaka, sebagaimana celakanya orang-orang sebelum kamu." Dulu, kesulitan itu membuat segalanya terbatas, dan kita berhasil melewatinya. Contohnya, kita tidak punya villa, tapi bisa menikmati banyak villa. Dan kawasan Puncak (Bogor, red) yang dianggap identik dengan maksiat, seperti hari ini bisa berubah sebagai tempat acara pengajian karena seringnya digunakan untuk pengkaderan oleh semua pihak, diantaranya oleh kalangan Tarbiyah.

Wanti-wanti rasul itu, dalam kaitan ini, menegaskan bahwa setiap kondisi ada pengaruhnya. Kalau dulu, setiap waktu mereka bisa bertemu, sehingga kesalahan sedikit saja bisa langsung diketahui. Tapi ketika mereka sudah ada di kawasan yang menggiurkan, secara massal tantangan akan semakin keras. Sesuatu yang menggiurkan, kalau baru cerita, masih bisa bilang tidak mau. Tapi kalau sudah sudah di depan mata, bagaimana mungkin tidak tidak tergoda.

Supaya tidak larut, mereka jangan sampai lupa kepada akarnya. Makanya, pemantapan nilai Tarbiyah dalam pencanangan ini tidak bisa kita abaikan, meskipun sekarang mereka masih rutin bertemu setiap pekan dengan muhasabah (evaluasi) dan muraqabah (pengawasan).

[hidayatullah.com]

Dikutip ulang dari buku "Untukmu Kader Dakwah" By. KH. Rahmat Abdullah

Abu Hanifah - Pribadi yang Seimbang
Abu Hanifah an Nu'man bin Tsabit bin Zautha, lahir pada tahun 80 H (660 M) dan tinggal di Kufah. Orang tuanya berasal dari keturunan Persia dan ketika ia masih dalam kandungan di bawa pindah ke Kufah dan menetap disini hingga Abu Hanifah lahir.
Menurut cerita, ketika Zautha bersama anaknya Tsabit (ayah Abu Hanifah) berkunjung kepada Ali bin Abi Thalib, dengan serta merta kedua orang ini didoakan agar mendapat keturunan yang mulia. Abu Hanifah dibesarkan di Kufah dan di kota ini ia mulai belajar dan menimba ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya. Setelah itu bepergian ke Hijaz, terutama di Mekkah dan Madinah untuk menambah dan memperdalam ilmu dan wawasan yang luas. Ia berusaha memahami pemikiran hukum yang bersumber dari Umar dan Ali bin Abi Thalib melalui sahabat-sahabat mereka. Termasuk diantaranya ialah Hammad bin Abi Sulaiman, Ibrahim an Nakhai, Abdulah bin Mashud, dan Abdulah bin Abbas. Ia pernah bertemu dengan beberapa sahabat Rasulullah seperti Anas bin Malik, Abdullah bin Auqa di Kufah, Sahal bin Sa'ad di Madinah dan Abu Thufail Ibnu Wailah di Mekah.
Karya karyanya yang sampai kepada kita adalah kitab al-Fiqul Akbar, kitab Al-Risalah, kitab Al-'Alim wal Mutallim dan kitab Al-Washiyah. Tidak ada buku fiqih karya Abu Hanifah. Meskipun demikian tulisan murid-muridnya telah merekam secara lengkap semua pandangan fiqih Abu Hanifah hingga menjadi ikutan kaum muslimin. Muridnya antara lain Abu Yusuf bin Ibrahim Al-Auza'i, Zafr bin al-Ajil bin Qois, Muhammad bin Hasan bin Farqad al-Syaibani dan al-Hasan bin Ziyad al-lu'lu'i. Murid-murid inilah yang merekam dan menulis pemikiran Abu Hanifah, baik bidang akidah maupun bidang hukum. Murid-murid di bidang tasawuf antara lain Ibrahim bin Adham Fudhail bin 'Iyad, Dawud al-Tha'i dan Bisyt al-Hafi.
Abu Hanifah memiliki ilmu yang luas dalam semua kajian Islam hingga ia merupakan seorang mujtahid besar (imamul a'zham) sepanjang masa. Meskipun demikian ia hidup sebagaimana layaknya dengan melakukan usaha berdagang dalam rangka menghidupi keluarga. Dengan prinsip berdiri di atas kemampuan sendiri, ia prihatin juga terhadap kepentingan kaum muslimin, terutama bagi mereka yang berhajat akhlak yang mulia yang dimilikinya mampu mengendalikan hawa nafsu, tidak goyah oleh imbauan jabatan dan kebesaran duniawi dan selalu sabar dalam mengahadapi berbagai cobaan. Meskipun ia berdagang ia hidup sebagai kehidupan sufi dengan zuhud, wara, dan taat ibadah. Kalau kita hayati kehidupannya maka akan nampak kepada kira bahwa Abu Hanifah hidup dengan ilmu dan bimbingan umat dengan penuh kreatif, hidup dengan kemampuan sendiri tidak memberatkan orang lain. Disamping menjalankan usaha dagangnya. ia juga hidup dengan ibadah yang intensif siang dan malam.
Selama hidupnya beliau berhasil melaksanakan tawazzun (keseimbangan). Di samping sebagai seorang faqih dengan kemampuan intelektual yang cemerlang, beliau juga mengkhususkan waktu untuk mencari nafkah dengan berdagang, dan beliau juga ahli ibadah. Beliau dikenal amat pemurah, berbudi pekerti luhur dan suka memuliakan orang lain, tanpa pandang bulu siapa orang tersebut. Disamping itu beliau lebih suka memberi daripada menerima.
Saat Khalifah al-Manshur akan mengangkat hakim agung dengan memiliki salah satu diantara 4 orang ulama besar: Abu Hanifah, Sofyan Tsauri, Mis'ar bin Kidam, dan Syuraih. Sementara mereka berjalan bersama menemui Khalifah, Abu Hanifah bekata kepada para sahabat-sahabatnya: "Aku akan menolak jabatan ini dengan cara tertentu. Mis'ar hendak menolaknya dengan berpura -pura menjadi gila, Safyan Tsauri akan lari ke negeri lain dan Syuraih agar dapat menerima jabatan ini." Sofyan lalu kabur pergi ke pelabuhan untuk naik kapal menuju negeri lain. Yang lain melanjutkan dan bertemu kalifah dalam sebuah pertemuan resmi. Khalifah berkata kepada Abu Hanifah: "Engkau harus bersedia menjadi hakim agung." Abu Hanifah menjawab: "Wahai Amirul Mukminin, aku bukan orang Arab dan pemimpin-pemimpin Arab tidak akan menerima keputusan-keputusanku. Karena itu aku merasa bahwa aku tidak cocok untuk jabatan ini." Khalifah berkata: "Jabatan ini tidak ada kaitannya dengan masalah keturunan melainkan berkaitan dengan keahlian. Dan engkau adalah seorang ulama terkemuka di masa ini." Abu Hanifah berkata: "Wahai Khalifah, apa yang baru kukatakan menunjukkan bukti bagaimana keberadaan saya. Jika telah kukatakan aku tidak cocok, dan apabila ini adalah sebuah kebohongan tentu aku tidak cocok dan juga tentu tidak dibenarkan seorang pendusta menjadi hakim atas kaum muslim dan tidak dibenarkan pula engkau mempercayai kepada kehidupan kekayaan dan kehormatan yang engkau miliki." Lalu Mis'ar tampil ke muka dengan menjabat tangan khalifah dan bertanya macam-macam yang tidak layak hingga khalifah marah dan menyatakan gila dan khalifah meminta Syuraih untuk menjadi hakim agung tersebut, dan menolaknya setiap alasan yang dikemukakannya.
Suatu kali Khalifah Abu Ja'far al Manshur, yang terkenal jarang memberi sedekah kepada orang lain, menawarkan harta sebanyak 10.000 dirham kepada Abu Hanifah, namun beliau menolaknya sembari mengatakan, "Wahai Khalifah, aku orang asing di Baghdad, aku tak memiliki tempat yang aman untuk menyimpan harta tersebut. Simpanlah harta itu di Baitul Maal, sehingga jika kelak aku membutuhkannya aku dapat memintanya darimu." Seorang sahabatnya berkata kepadanya: "Kepada anda diberikan dunia anda menolaknya padahal anda berkeluarga." Abu Hanifah menjawab: "Keluargaku kuserahkan kepada Allah, sedang makananku sebulan cukup dua dirham saja."
Di Kufah, Abu Hanifah dikenal sebagai pedagang yang sangat dipercaya karena sikap amanahnya, kemurahan hati dan kejujuran yang beliau miliki.
Sikap-sikap inilah yang senantiasa menjadikan dagangan beliau laku keras. Dan lewat usahanya ini, Allah menganugerahkan rizki yang melimpah kepada Abu Hanifah. Setiap akhir tahun disisihkannya sebagian dari keuntungannya untuk dizakatkan, dan disumbangkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Abu Hanifah punya mitra dagang bernama Hafs Abdurrahman. Dia inilah yang menjalankan dagangan Abu Hanifah ke para konsumen. Suatu ketika Abu Hanifah menyiapkan dagangan untuknya dengan memberikan wanti-wanti bahwa pada barang dagangannya yang tertentu ada cacatnya. "Jika engkau ingin menjualnya, jangan lupa jelaskan pada para pembeli tentang cacat yang ada pada barang tersebut", pesan Abu Hanifah.
Semua barang tersebut akhirnya terjual habis, namun Hafs lupa memberikan penjelasan kepada para pembeli tentang cacat yang ada pada beberapa barang seperti yang dipesankan Abu Hanifah. Setelah menyadari kesalahannya, Hafs berusaha untuk mencari para pembeli barang tersebut, tapi usahanya itu sia-sia.
Akhirnya masalah tersebut diketahui Abu Hanifah, sehingga beliau juga berusaha mencari para pembelinya. Namun usaha tersebut juga tidak membawa hasil. Sejak saat itu Abu Hanifah selalu gelisah dan murung. Akhirnya untuk menebus kesalahannya tersebut, segera bersedekah sebanyak 30.000 dirham.
Dalam kehidupan, disamping memiliki akhlak dan tingkah laku mulia, ia selalu menjaga kesucian diri dan harta, disamping ia selalu dalam peribadahan selama 40 tahun Abu Hanifah memenuhi malam malamnya dengan shalat dan selama itu shalatnya Subuh dilaksanakan dengan wudhu pada waktu Isya. Dan dalam shalatnya itu dibacanya Al-Quran dan konon ketika ia meninggal ia telah menghatamkan al-Quran 7000 kali.
Ilmu yang dimiliki oleh Abu Hanifah demikian luas terutama temuan-temuannya dibidang hukum dan memecahkan masalah-masalahnya sejumlah 60.000 masalah hingga di digelar dengan Imam al-A'zdam dan kuluasan ilmunya itu diakui oleh Imam Syafi'i beliau berkata: "Manusia dalam bidang hukum adalah orang yang berpegang kepada Abu Hanifah."
Tampak ilmu Abu Hanifah bukan hanya bidang hukum tetapi juga meliputi bidang lainnya termasuk tasawuf. Menurut Yahya bin Mu'azd al-Razi dalam suatu mimpi ia bertemu dengan Rasulullah dan bertanya: "Wahai Rasulullah di mana akan aku cari engkau?" Rasulullah menjawab: "Di dalam ilmu Abu Hanifah," demikian Rasulullah.
Ketika Daud al-Tha'i telah beroleh ilmu yang luas dan sudah mencapai popularitas yang tinggi dia berkunjung menemui Abu Hanifah seraya berkata: "Saya mohon diberikan wejangan dan petujuk." Abu Hanifah berkata: "Amalkan apa yang telah engkau pelajari, karena teori tanpa praktek ibarat tubuh tanpa roh." Petunjuk ini menghendaki adanya mujahadah dan dengan mujahadah akan didapat musyahadah.
Bulletin Al-Maidah, 13 Syawal 1417

Selasa, 17 Januari 2012

sms taujih



  • Hamba yang tawadhu seperti rembulan dipermukaan air tenang, selalu merendah namun bagaimanapun ia dipecah akan kembali bercahaya.. tidak seperti asap yang mampu terbang tinggi namun mudah untuk diurai dan diceari berai
  • Jika komitmen da’i benar-benar tulus maka akan muncul fenomena pengorbanan yang nyata. Tak ada kata “ya” untuk dorongan nafsu/segala sesuatu yang seiring dengan nafsu untuk berbuat maksiat. Kata yang ada hanyalah kata “ya” untuk setiap perbuatan yang mendekatkan diri pada Allah..
  • Andai Alquran bisa berbicara, ia akan berkata: Waktu kau masih kanak-kanak, kau bagai teman sejatiku, dengan wudhu kau sentuh aku, Dalam keadaan suci kau pegang aku, kau baca dengan lirih dan keras.. Kini kau telah dewasa, nampaknya kau sudah tidak berminat lagi padaku.. Apakah aku bacaan using? Yang tinggal sejarah?? Sekarang kau simpan aku dengan rapih, kau biarkan aku sendiri, aku menjadi kusam dalam lemari, berlapis debu, dimakan kutu,. Kumohon, peganglah aku lagi, Bacalah aku setiap hari! Karena aku akan menjadi penerang dalam kuburmu.
  • Barang siapa yang menganggap ringan kewajiban (dakwah) ini, padahal ia merupakan kewaiban yang dapat mematahkan tulang punggung dan membuat orang gemetar, maka ia tidak bisa melaksanakan secara kontinyu kecuali atas pertolongan Allah.. Ia tidak akan bisa memikul dakwah kecuali atas bantuan Allah, dan tidak akan bisa teguh diatasnya kecuali dengan keikhlasan padaNya. Orang yang berada dijalan ini, siangnya berpuasa, malamnya qiyam, dan ucapannya penuh dengan zikir. Sungguh hidup dan matinya hanya untuk Allah Rabbul ‘alamin yang tiada sekutu bagiNya (Tafsir fii zhilalil qur’an)
  • Menjadi sebuah keharusan adanya jiwa pionir yang siap beramal untuk membangkitkan umat ini.. kemudian ia terus berlalu menapaki jalan untuk meluluhlantakkan kejahiliyan yang telah menggurita..
  • Kalaupun kemenangan dakwah ini bukan dari tangan-tangan kita, tapi tangan-tangan kita harus tetap berkarya dalam sumbangsih kemenangan dakwah. Kalau saat ini kemenagan itu hanya menjadi pembicaraan disekitar kita, Insya Allah esok ia akan menjadi kenyataan yang kita impikan.
  • “Jangan takut di jalan Allah terhadap celaan orang”. Aku berkata “Tambah lagi ya Rasul”. Beliau menjawab “Katakanlah apa yang benar meskipun akibatnya terasa pahit (H.R. Ibnu Hibban)
  • Dua hal yang seharusnya kita sesali : 1. Dinginnya malam tanpa kehangatan qiyamullail/tahajjud, 2.Teriknya siang tanpa kesejukan puasa.
  • Saudaraku, kita muslim sejati, yang selalu mengajak semua manusia kembali kepada kebenaran fitrah, tapi kalau mereka berpaling, cukup katakan dengan bangga dan penuh keikhlasan, bahwa kita adalah seorang muslim.
  • Semuanya telah ditetapkan Allah, maka Laa Takhafu (Janganlah Takut). Bersama kesulitan pasti ada kemudahan maka Laa Tahzanu (Janganlah bersedih)
  • Iman seorang mukmin akan tampak disaat ia menghadapi ujian, disaat ia totalitas dalam berdoa, tapi ia belum melihat pengaruh apapun dari doanya.. Ketika ia tetap tidak merubah keinginan dan harapannya, meski sebab-sebab keputusasaan itu semakin kuat.. itu semua dikarenakan keyakinan bahwa hanya Allah saja yang paling tahu apa yang lebih maslahat bagi dirinya (Ibnul jauzi)
  • Tak semua batu bata diletakkan pada posisi yang tinggi dan tak juga harus semuanya ada dibawah.. Bahkan terkadang si Tukang batu akan memotong batu bata tertentu jika dibutuhkan untuk posisi batu bata yang masih kosong guna melengkapi bangunannya.. dan semua orang pun berkata “Amboi..Alangkah indahnya bangunan itu”
  • Beginilah Dakwah, yang tersusun rapih nan kokoh oleh para penyerunya, yang saling melengkapi bukan saling membenci, yang mengutamakan ukhuwah bukan egoisme semata, untuk menolong bukan ditolong, mendahulukan saudaranya bukan dirinya, cinta dan benci Karena Allah
  • Dakwah ibarat aliran darah yang mengalir dalam tubuh, dakwah seperti ruh yang mendesir dalam jiwa, dakwah seperti kerinduan yang merasuk dalam qalbu, dakwah seperti cinta yang selalu bergetar dalam hidup, memberikan warna yang beragam sebagai pelangi yang menghiasi kehidupan.. Sesaknya adalah kelapangan di akhirat dan pedihnya adalah kenikmatan di syurga
  • Dakwah yang kita geluti tidaklah butuh orang pintar, tidaklah butuh orang terkenal, dan tidaklah butuh orang kaya.. Namun, yang dibutuhkan adalah orang yang loyal, komitmen, ikhlas dan beteguh hati terhadap dakwah..
  • “Sekali lagi.. Amanah teremban pada pundak yang semakin lelah.. bukan sebuah keluhan, ketidak terimaan, keputusasaan! Terlelah surut kebelakang. Ini adalah awal pembuktian.. Siapa diantara kita yang beriman?.. Wahai diri.. Sambutlah seruanNya.. Orang-orang besar lahir karena beban perjuangan.. bukan menghindar dari peperangan (K.H.Rahmat Abdullah)
  • Hidup mengajari kita untuk bersyukur dipagi hari, bekerja keras disiang hari, beristirahat dan mengambil hikmah disore dan malam hari..
  • Allah tahu perjuanganmu selama ini.. DIA tahu beratnya kegiatanmu dan DIA pun tahu betapa penat dan lelahnya dirimu, DIA juga tahu berkurangnya jatah santaimu selama ini.. Tapi tetap tersenyumlah wahai Mujahid2 dakwah! Karena ternyata bukan hanya senyuman yang Allah akan balas untukmu, tapi SurgaNya telah menanti bagi orang-orang yang mau bersabar dalam berjuang di jalanNya..